Tuesday, October 2, 2012

Aku Untukmu Selamanya


     Belanda adalah negara yang penuh keajaiban. Negara ini dibangun dibawah permukaan air laut. Aku mencari tempat kuliah di Belanda karena aku terinspirasi akan bangunan waduk dan dam negeri kincir angin itu. Jam tangan rolex-ku sudah menunjukan waktu 5.00 p.m. saat aku mendarat di bandara Amsterdam, Belanda dan langsung saja aku mencari masjid terdekat untuk melakukan shalat ashar dan shalat magrib. Setelah shalat aku pergi ke fastfood yang berada dibandara ternyata ada yang menjual soto betawi. Walau kokinya bukan orang Indonesia tapi rasa dari bumbu itu sama dengan yang ada di tanah kelahiranku. Setelah selesai aku pergi ke tempat yang telah disewa oleh orangtuaku yaitu di IR. Soekarno Straat nummer 21 menggunakan taksi. Pukul 6.00 p.m. aku sampai dirumahku. Aku membuka pintu dan langsung pergi kekamar tidur karena kelelahan aku tidak sempat merapihkan barang-barangku.
      Pagi harinya pukul 5.00 p.m. aku terbangun saat adzan subuh berkumandang. Setelah selesai shalat subuh lantas aku merapihkan barang-barangku yang tertunda dengan cepat karena mulai pagi ini aku sudah mulai kuliah. Technische Hoge School Delft, itulah tujuan ku setelah selesai mandi. Jamku sudah menunjukan pukul 7.00 a.m. saat aku sampai disana dan aku mencari madding untuk mencari namaku. 9c kamer op de 3e verdieping van een waterleiding technische faculteit tertera nama Benyamin Kertodimedjo, ya itulah namaku jauh-jauh dari tanah betawi untuk menuntut ilmu. Kehidupanku selama disana seperti biasa sama saja seperti kehidupan orang yang lainnya sampai akhirnya pada suatu sore atau tepatnya 6 bulan setelah aku kuliah di Belanda dibalik jendela rumah, aku melihat ada seorang perempuan bersama keluarganya yang baru pindah disamping rumahku. Rumahnya tidak terlalu besar tapi bertingkat dan beri pagar tembok yang tinggi sekali mungkin sampai 2 meter. Perempuan itu mungkin tingginya 170 cm matanya bulat badannya tidak kurus tidak juga gemuk mungkin juga umurnya 19 tahun dan perkiraanku juga perempuan itu memiliki darah Indonesia karena terlihat dari ciri-ciri dari muka dan kulitnya. Sebenernya aku kasihan dengan keluarga mereka yang terlihat kesusahan membawa barang-barangnya tapi aku juga sibuk karena harus menyelesaikan tugas kuliahku yang harus dikumpulkan besok hari.
      Besok pagi aku berencana untuk berkunjung kerumah sebelah yang baru ditempati setelah aku pulang kuliah yaitu sore hari. Saat siang hari pukul 2.00 p.m. aku bersama teman-teman kuliahku bermain basket. Tiba-tiba saja aku secara tidak sengaja melihat perempuan yang baru pindah disebelah aku ternyata dia juga kuliah di Technische Hoge School Delft. Dan langsung saja aku menghampirinya dan melempar bola kearah temanku dan langsung bertanya kepada perempuan itu apakah benar ia yang baru pindah rumah di IR. Soekarnoe street nummer 23 karena aku melihat ada perempuan mirip dengannya baru pindah disamping rumahku dan perempuan itu menjawab iya. Akhirnya aku memperkenalkan diri dulu dan dia juga memperkenalkan diri kalau namanya adalah Greta Hengelman. Perbincangan kami terus berlanjut sampai akhirnya aku mengajaknya pulang karena satu arah dan juga rumahnya berdekatan denganku. Lalu diatas motor aku bertanya pada Lady apakah dia mempunyai keturunan Indonesia. Dan tepat dugaanku kalau dia memang memiliki garis darah Indonesia ibunya asli Madiun dan ayahnya orang Belanda. Kami bercerita panjang sekali sepanjang perjalanan dan akhirnya kami sampai dirumah. Lady itu mengajakku untuk datang kerumahnya tapi aku menolaknya karena tugasku banyak sekali tapi dia memaksa mungkin karena sudah lama tidak berbicara dengan bahasa Indonesia dan akhirnya ia pun menyerah dengan kekecewaan dan mengultimatumku kalau lain kali aku harus kerumahnya dan akupun mengiyakannya. Sesampainya dirumah aku terus memikirkan dirinya entah apa yang kurasakan aku teringat senyumnya matanya dan cara dia berbicara padaku. Tapi aku teringat akan tugas yang besok harus aku kumpulkan.
      Esok hari aku memberanikan diri kerumah Greta untuk menjemputnya ketempat kuliah. Aku disambut oleh ibunya kebetulan katanya dia juga belum berangkat dan akhirnya aku pun disuruh masuk. "Thuis waar ben je ? En u vandaan? " tanya ibunya padaku. "Saya orang Indonesia asli bu, itu rumah saya disamping rumah ibu. Greta juga sudah cerita kepada saya kalau ibu juga keturunan Indonesia." jawabku. "Walah piye toh Greta ndak cerita sama ibu kamu sendiri disini mas sering-sering kesini yo mas biar ibu ada teman untuk mengobrol." Belum aku menjawab tiba-tiba Lady memegang pundakku "ayo berangkat sudah jam berapa ini nanti kita telat." Akhirnya kita pun berangkat setelah salam dengan ibunya Greta. "Apa yang ditanyakan oleh ibuku tadi padamu ?" tanyanya sambil memegang pinggangku diatas motor. "Dia bilang kalau kamu belum bercerita tentang aku." Balasku kepadanya. "Kamu tahu tidak . . ." "Apa ?" "Sebenarnya aku . . ." belum selesai Greta berbicara tapi kami sudah sampai ditempat parkir kampus. "Sebenarnya apa sayang ?" langsung tanyaku dengan cepat. Tetapi dia tidak menjawab dan hanya tertunduk. Entah apa yang dia rasakan tapi aku berfikir mungkin dia sedang galau dan saat itu juga aku memegang tangannya dan membimbingnya menuju kelasnya karena dia seharusnya sudah masuk dari 5 menit yang lalu. "Apa yang mau kamu katakan padaku ? Apa kamu sedang ada masalahnya ? Ceritakanlah agar perasaanmu lebih tenang." Tetapi dia akhirnya pergi masuk kekelasnya meninggalkanku sendirian didepan pintu kelasnya. Karena aku juga sebentar lagi masuk akhirnya aku juga pergi kekelasku. Kriiiiiing. Bel istirahat pun berbunyi kami semua keluar untuk makan siang dikantin kecuali aku. Setelah bel berbunyi aku langsung pergi kekelas Greta untuk menanyakan apa yang akan ia ceritakan padaku tetapi saat aku kesana ia tidak ada aku bertanya kepada temannya bahwa Greta tidak masuk kelas lagi setelah jam kedua pelajaran selesai. Aah betapa kagetnya diriku mengapa Greta bisa pergi seperti ini aku bingung ingin mencarinya kemana entah pula apa yang harus aku lakukan sekarang ini menelepon keponselnya atau menelepon keponsel ibunya atau memberitahu kepada pihak sekolah. Akhirnya kulangkahkan kakiku kemasjid kampusku untuk melakukan Shalat Zuhur karena adzan sudah memanggil. Mungkin karena Allah memberiku petunjuk ternyata ia ada diteras masjid sedang menangis. Dengan sigap aku pun menghampirinya. “Greta, kenapa kamu menangis kenapa kamu tidak masuk kelas kenapa kamu tidak cerita kepadaku apa masalahmu ?” Berbagai pertanyaan kulontarkan kepada Lady, tetapi dia hanya diam dan menatapku tiba-tiba dia memelukku dan tangisannya semakin menjadi. “Ik hoou van je, omdat we voor her eerst ontmoet.” Ia berkata padaku seketika tubuhku berguncang ternyata ia merasakan hal yang sama denganku. “Sebenarnya aku juga sama denganmu jatuh cinta pada pandangan pertama padamu maukah kamu menjadi kekasihku ?” Itulah yang dapat kukatakan padanya aku tidak tahu kenapa kata-kata itu bisa keluar oleh mulutku. “Aku tidak bisa Ben, aku tidak bisa dan kamu tidak tahu kalau . . .” Ia tidak meneruskan kata-katanya karena ia makin menangis didekapku. “Apa ceritakan aku tidak tahu, kenapa Greta, padahal kita mempunyai perasaan yang sama.” Saat itu juga aku cukup emosi karena Greta tidak bisa menerimaku. “Aku kesini untuk dijodohkan bukan untuk kuliah atau yang lainnya aku baru tahu setelah tadi malam orangtuaku menceritakan ini kepadaku tapi kamu datang disaat yang tidak tepat aku berusaha untuk mencintai calon suamiku tetapi aku tidak bisa karena kamu.” “Aah damn.” Hanya itu kata-kata yang terlontar dari mulutku akhirnya aku lepaskan pelukannya dari pinggangku dan ku biarkan ia sendiri sejenak dan segera aku mendirikan shalat. Setelah selesai shalat aku menghampiri Greta lagi dan kali ini ia lebih bisa mengontrol emosi dan tangisannya. “Kita hadapi ini bersama-sama aku akan setia disampingmu sampai kamu mendapatkan solusi dari masalah ini.” Kataku untuk menghiburnya tapi dia diam saja dan menyandarkan kepalanya kepundakku. “Sekarang aku antar kamu pulang.” “Tidak aku tidak mau pulang kerumah bawa aku kerumahmu saja.” “Tidak, jangan, bagaimana kalau orangtuamu mencarimu ? Lebih baik kamu pulang saja kerumah.” “Kalau kamu tidak mau lebih baik aku disini saja sampai esok hari.” “Okey baik aku akan membawamu kerumahku, tapi bagaimana kalau orangtuamu kerumahku lalu menyuruhku untuk membantu mencarimu.” “Persetan dengan mereka aku akan bersembunyi.” “Hey dia itu orangtuamu jaga ucapanmu jangan menjadi anak yang durhaka.” “Maaf, kalau begitu kita kerumahmu sebelum orangtuaku melihat.” “Baiklah kalau begitu tapi kamu harus berhenti menangis sekarang.” Sambil kuusap air matanya. Lalu kami pergi ketempat parkirku dan langsung pergi kebutik untuk membelikan pakaian yang Greta butuhkan selama berada dirumahku dan membeli makanan secukupnya untuk kita berdua. Selama perjalanan Greta hanya diam saja sambil memeluk erat pinggangku. Saat sampai dirumahku ia langsung kusuruh mandi dan mengganti bajunya karena basah kuyup dengan keringat dan tangisannya sementara aku memasak makanan untuk kami santap malam hari. Setelah selesai aku mengajaknya makan walau dengan sedikit paksaan. Pasti perasaannya sangat bimbang kacau resah dan yang pasti galau. Hampir setiap waktu aku berada disisinya saat makan saat menonton televisi saat tidur pun juga untuk menghiburnya dan ia tidak mau ditinggal olehku kecuali hanya saat sedang saat shalat atau kekamar mandi saja. Kusuruh ia tidur disampingku sementara aku masih mengerjakan rancangan gambar untuk membuat dam yang baru di Belanda untuk dipresentasikan lusa. Entah perasaan apa yang ada padaku saat itu tiba-tiba aku menurunkan laptopku dan mengecup kening Greta dan seketika ia memegang erat tanganku dan akupun menyuruhnya untuk cepat tidur agar tidak sakit akhirnya ia pun tidur dan aku masih bergulat dengan tugasku. Pagi harinya saat adzan subuh berkumandang aku tidak mendapati Greta disampingku “kemana dia pagi-pagi begini” pikirku dalam hati. Saat aku keruang makan ternyata ia sedang memasak dan kulihat di mushola kecil tempat aku biasa shalat sangat rapi sekali sudah disediakan sajadah peci sarung dan juga Al-Qur’annya. Aku menghampirinya dari belakang. “Terimakasih sudah menyiapkan semuanya.” Ia hanya tersenyum saat aku berkata demikian. Lalu aku shalat subuh dan mengaji setelah itu aku keruang makan lagi ternyata Greta menungguku dan belum menyentuh apapun yang ia masak sendiri. Setelah melihatku keluar ia baru mengambil piring dan mengambilkan nasi dan lauknya lalu ditaruh disampingnya alias untukku lalu setelah itu ia mengambil untuk dirinya sendiri. “Subhanallah.” Hanya itu yang terlontar dari mulutku. “Cepat makan nanti kamu telat kuliah.” “Memangnya kamu tidak kuliah?” “Tidak aku takut orangtuaku kesana lalu menjemputku kerumah.” “Yasudah kalau itu maumu maaf aku tinggal tapi jika sudah selesai aku akan cepat kembali.” “Iya tidak apa-apa aku akan menunggumu sampai kamu pulang.” “Jangan lupa makan tidak usah menunggu aku untuk makan tidak apa-apa.” “Iya sayang.” Dengan senyumannya yang dihiasi dengan lesung pipitnya. Setelah selesai makan aku pun langsung mandi dan berpakaian setelah itu aku pamit dengan Greta. Selama perjalanan dan saat pelajaran dipikiranku hanya terbayang apa yang sedang dilakukan Greta disana dan apa dia sudah makan.
      Setelah selesai kuliah dan Shalat Zuhur aku ingin langsung pulang kerumah. Tapi, orangtua Greta menghampiriku dengan guru dan aku pun dibawa oleh mereka ke ruang guru. Aku dicecar oleh mereka tentang keberadaan Greta. “Benar, aku tidak menyembunyikannya untuk apa aku menyembunyikannya.” Kataku kepada orangtua Greta. “Bohong kamu kemarin kamu pergi dengan Greta pasti pulang dengan dia tidak mungkin kamu tidak menyembunyikannya.” Aku tertunduk sejenak untuk memikirkan jawaban yang akan kulontarkan. “Silahkan periksa saja rumahku.” “Baiklah aku akan memeriksanya bersama polisi.” “Aah damn kenapa aku harus mengatakan rumah.” Pikirku dalam hati. Lalu aku pun keluar setelah selesai dicecar pertanyaan oleh mereka. Segera aku menelepon Greta dan memberitahunya untuk pergi dari rumahku agar tidak ditemukan oleh keluarganya. Dia berkata padaku akan pergi ke Rotterdam dan aku harus menyusulnya dan akan memberikan alamatnya padaku jika sudah sampai. Detik menit berlalu aku menunggu alamat yang akan diberikan Greta padaku. Sampai akhirnya pukul 4.15 p.m. ponselku tertulis nama Greta dan dia menyebutkan bahwa sedang di Hampshire Hotel kamar nomor 46b di Groeenendal Straat. Segera aku pacu motorku kesana untuk menemui Greta lagi. Saat sampai disana aku dicecar pertanyaan lagi oleh Greta dan aku menceritakan semuanya. Entah berapa lama kami berdiam diri setelah aku bercerita padanya. “Apapun yang terjadi aku akan bersamamu walau orangtuaku tidak menyetujuinya.” Greta berbicara padaku lalu meneteskan air matanya. “Jangan bersedih aku untukmu selamanya.” Sembari ku mengusap kedua air matanya lalu menyuruhnya untuk tidur.
      Keesokan harinya aku tidak kuliah. Setelah shalat subuh aku pun menonton televisi dan Greta selalu disisiku kemana pun aku pergi. Kaget dan entah apa yang harus kami lakukan namaku masuk dalam kabar berita dan ditulis sebagai buronan karena telah dianggap menculik Greta. Kami saling bertatap mata dan Greta pun menangis sambil memelukku. “Maaf aku telah menyusahkanmu maafkan aku.” Tangisannya pun menjadi dan aku tidak bisa berkata apa-apa hanya mengelus kepalanya saja. Tiba-tiba bel kamar berbunyi aku pun beranjak dari kursi untuk melihat siapa yang datang. Saat pintu dibuka “duuuugg” aku didorong dan ditindih oleh orang yang besar yang ternyata adalah polisi kemudian muncul ibunya Greta dengan pegawai hotel dan Greta dijemput paksa dan akupun dibawa oleh polisi itu untuk dipenjara.
      Seminggu aku telah dipenjara tanpa adanya Greta disisiku membuatku gundah gulana. Dan hari itu juga aku akan disidang oleh pengadilan. Dipengadilan tampak keluarga Greta penuh dengan rasa puas tapi aku tidak menemukan Greta disana. Aku divonis 15 tahun penjara dengan tuduhan telah menculik Greta. Hari-hariku dipenjara penuh dengan kehampaan tiada yang menghiasiku dengan senyuman dipagi hari. 2 minggu kemudian aku membaca surat kabar dengan hot topic “Seorang gadis nekad bunuh diri karena kekasihnya dipenjara.” Timbul perasaan yang tidak enak olehku kuharap itu bukan Greta. “Tidaaaaaaaaakkkk!!!” aku berteriak ruang makan penjara langsung hening dan semua mata tahanan tertuju padaku. Ternyata benar bahwa gadis yang berada disurat kabar itu adalah Greta. Petugas membawaku kembali ke sel karena membuat gaduh. Entah berapa lama aku berdiam diri tidak makan tidak tidur sampai akhirnya aku sakit dan dibawa oleh kepolisian kerumah sakit dan sampai suatu hari aku tidak sadarkan diri karena saking lemahnya. Didalam mimpi aku bertemu Greta memakai gaun yang indah dan kami berada ditaman yang indah pula. Greta menghampiriku dengan senyumnya yang manis dengan lesung pipitnya. Ia menggandeng tanganku dan memelukku dengan kasih sayang kemudian ia berkata “Aku untukmu selamanya sayang.”

No comments:

Post a Comment