Belanda
adalah negara yang penuh keajaiban. Negara ini dibangun dibawah permukaan air
laut. Aku mencari tempat kuliah di Belanda karena aku terinspirasi akan
bangunan waduk dan dam negeri kincir angin itu. Jam tangan rolex-ku sudah
menunjukan waktu 5.00 p.m. saat aku mendarat di bandara Amsterdam, Belanda dan
langsung saja aku mencari masjid terdekat untuk melakukan shalat ashar dan
shalat magrib. Setelah shalat aku pergi ke fastfood yang berada dibandara
ternyata ada yang menjual soto betawi. Walau kokinya bukan orang Indonesia tapi
rasa dari bumbu itu sama dengan yang ada di tanah kelahiranku. Setelah selesai
aku pergi ke tempat yang telah disewa oleh orangtuaku yaitu di IR. Soekarno Straat
nummer 21 menggunakan taksi. Pukul 6.00 p.m. aku sampai dirumahku. Aku membuka
pintu dan langsung pergi kekamar tidur karena kelelahan aku tidak sempat
merapihkan barang-barangku.
Pagi harinya pukul 5.00 p.m. aku terbangun
saat adzan subuh berkumandang. Setelah selesai shalat subuh lantas aku
merapihkan barang-barangku yang tertunda dengan cepat karena mulai pagi ini aku
sudah mulai kuliah. Technische Hoge School Delft, itulah tujuan ku setelah
selesai mandi. Jamku sudah menunjukan pukul 7.00 a.m. saat aku sampai disana
dan aku mencari madding untuk mencari namaku. 9c kamer
op de 3e verdieping van een
waterleiding technische faculteit
tertera
nama Benyamin Kertodimedjo, ya itulah namaku jauh-jauh dari tanah betawi untuk
menuntut ilmu. Kehidupanku selama disana seperti biasa sama saja seperti
kehidupan orang yang lainnya sampai akhirnya pada suatu sore atau tepatnya 6
bulan setelah aku kuliah di Belanda dibalik jendela rumah, aku melihat ada
seorang perempuan bersama keluarganya yang baru pindah disamping rumahku.
Rumahnya tidak terlalu besar tapi bertingkat dan beri pagar tembok yang tinggi
sekali mungkin sampai 2 meter. Perempuan itu mungkin tingginya 170 cm matanya
bulat badannya tidak kurus tidak juga gemuk mungkin juga umurnya 19 tahun dan
perkiraanku juga perempuan itu memiliki darah Indonesia karena terlihat dari
ciri-ciri dari muka dan kulitnya. Sebenernya aku kasihan dengan keluarga mereka
yang terlihat kesusahan membawa barang-barangnya tapi aku juga sibuk karena
harus menyelesaikan tugas kuliahku yang harus dikumpulkan besok hari.
Besok pagi aku berencana untuk berkunjung
kerumah sebelah yang baru ditempati setelah aku pulang kuliah yaitu sore hari.
Saat siang hari pukul 2.00 p.m. aku bersama teman-teman kuliahku bermain
basket. Tiba-tiba saja aku secara tidak sengaja melihat perempuan yang baru
pindah disebelah aku ternyata dia juga kuliah di Technische Hoge School Delft.
Dan langsung saja aku menghampirinya dan melempar bola kearah temanku dan
langsung bertanya kepada perempuan itu apakah benar ia yang baru pindah rumah di
IR. Soekarnoe street nummer 23 karena aku melihat ada perempuan mirip dengannya
baru pindah disamping rumahku dan perempuan itu menjawab iya. Akhirnya aku
memperkenalkan diri dulu dan dia juga memperkenalkan diri kalau namanya adalah
Greta Hengelman. Perbincangan kami terus berlanjut sampai akhirnya aku
mengajaknya pulang karena satu arah dan juga rumahnya berdekatan denganku. Lalu
diatas motor aku bertanya pada Lady apakah dia mempunyai keturunan Indonesia.
Dan tepat dugaanku kalau dia memang memiliki garis darah Indonesia ibunya asli Madiun
dan ayahnya orang Belanda. Kami bercerita panjang sekali sepanjang perjalanan
dan akhirnya kami sampai dirumah. Lady itu mengajakku untuk datang kerumahnya
tapi aku menolaknya karena tugasku banyak sekali tapi dia memaksa mungkin
karena sudah lama tidak berbicara dengan bahasa Indonesia dan akhirnya ia pun
menyerah dengan kekecewaan dan mengultimatumku kalau lain kali aku harus
kerumahnya dan akupun mengiyakannya. Sesampainya dirumah aku terus memikirkan
dirinya entah apa yang kurasakan aku teringat senyumnya matanya dan cara dia
berbicara padaku. Tapi aku teringat akan tugas yang besok harus aku kumpulkan.
Esok hari aku memberanikan diri kerumah Greta
untuk menjemputnya ketempat kuliah. Aku disambut oleh ibunya kebetulan katanya
dia juga belum berangkat dan akhirnya aku pun disuruh masuk. "Thuis waar
ben je ? En u vandaan? " tanya ibunya padaku. "Saya orang Indonesia asli
bu, itu rumah saya disamping rumah ibu. Greta juga sudah cerita kepada saya
kalau ibu juga keturunan Indonesia." jawabku. "Walah piye toh Greta
ndak cerita sama ibu kamu sendiri disini mas sering-sering kesini yo mas biar
ibu ada teman untuk mengobrol." Belum aku menjawab tiba-tiba Lady memegang
pundakku "ayo berangkat sudah jam berapa ini nanti kita telat."
Akhirnya kita pun berangkat setelah salam dengan ibunya Greta. "Apa yang
ditanyakan oleh ibuku tadi padamu ?" tanyanya sambil memegang pinggangku diatas
motor. "Dia bilang kalau kamu belum bercerita tentang aku." Balasku
kepadanya. "Kamu tahu tidak . . ." "Apa ?" "Sebenarnya
aku . . ." belum selesai Greta berbicara tapi kami sudah sampai ditempat
parkir kampus. "Sebenarnya apa sayang ?" langsung tanyaku dengan
cepat. Tetapi dia tidak menjawab dan hanya tertunduk. Entah apa yang dia
rasakan tapi aku berfikir mungkin dia sedang galau dan saat itu juga aku
memegang tangannya dan membimbingnya menuju kelasnya karena dia seharusnya
sudah masuk dari 5 menit yang lalu. "Apa yang mau kamu katakan padaku ?
Apa kamu sedang ada masalahnya ? Ceritakanlah agar perasaanmu lebih
tenang." Tetapi dia akhirnya pergi masuk kekelasnya meninggalkanku
sendirian didepan pintu kelasnya. Karena aku juga sebentar lagi masuk akhirnya
aku juga pergi kekelasku. Kriiiiiing. Bel istirahat pun berbunyi kami semua
keluar untuk makan siang dikantin kecuali aku. Setelah bel berbunyi aku
langsung pergi kekelas Greta untuk menanyakan apa yang akan ia ceritakan padaku
tetapi saat aku kesana ia tidak ada aku bertanya kepada temannya bahwa Greta
tidak masuk kelas lagi setelah jam kedua pelajaran selesai. Aah betapa kagetnya
diriku mengapa Greta bisa pergi seperti ini aku bingung ingin mencarinya kemana
entah pula apa yang harus aku lakukan sekarang ini menelepon keponselnya atau
menelepon keponsel ibunya atau memberitahu kepada pihak sekolah. Akhirnya
kulangkahkan kakiku kemasjid kampusku untuk melakukan Shalat Zuhur karena adzan
sudah memanggil. Mungkin karena Allah memberiku petunjuk ternyata ia ada
diteras masjid sedang menangis. Dengan sigap aku pun menghampirinya. “Greta, kenapa
kamu menangis kenapa kamu tidak masuk kelas kenapa kamu tidak cerita kepadaku
apa masalahmu ?” Berbagai pertanyaan kulontarkan kepada Lady, tetapi dia hanya
diam dan menatapku tiba-tiba dia memelukku dan tangisannya semakin menjadi. “Ik
hoou van je, omdat we voor her eerst ontmoet.” Ia berkata padaku seketika
tubuhku berguncang ternyata ia merasakan hal yang sama denganku. “Sebenarnya
aku juga sama denganmu jatuh cinta pada pandangan pertama padamu maukah kamu
menjadi kekasihku ?” Itulah yang dapat kukatakan padanya aku tidak tahu kenapa
kata-kata itu bisa keluar oleh mulutku. “Aku tidak bisa Ben, aku tidak bisa dan
kamu tidak tahu kalau . . .” Ia tidak meneruskan kata-katanya karena ia makin
menangis didekapku. “Apa ceritakan aku tidak tahu, kenapa Greta, padahal kita
mempunyai perasaan yang sama.” Saat itu juga aku cukup emosi karena Greta tidak
bisa menerimaku. “Aku kesini untuk dijodohkan bukan untuk kuliah atau yang
lainnya aku baru tahu setelah tadi malam orangtuaku menceritakan ini kepadaku
tapi kamu datang disaat yang tidak tepat aku berusaha untuk mencintai calon
suamiku tetapi aku tidak bisa karena kamu.” “Aah damn.” Hanya itu kata-kata yang
terlontar dari mulutku akhirnya aku lepaskan pelukannya dari pinggangku dan ku
biarkan ia sendiri sejenak dan segera aku mendirikan shalat. Setelah selesai
shalat aku menghampiri Greta lagi dan kali ini ia lebih bisa mengontrol emosi
dan tangisannya. “Kita hadapi ini bersama-sama aku akan setia disampingmu
sampai kamu mendapatkan solusi dari masalah ini.” Kataku untuk menghiburnya
tapi dia diam saja dan menyandarkan kepalanya kepundakku. “Sekarang aku antar
kamu pulang.” “Tidak aku tidak mau pulang kerumah bawa aku kerumahmu saja.”
“Tidak, jangan, bagaimana kalau orangtuamu mencarimu ? Lebih baik kamu pulang
saja kerumah.” “Kalau kamu tidak mau lebih baik aku disini saja sampai esok
hari.” “Okey baik aku akan membawamu kerumahku, tapi bagaimana kalau orangtuamu
kerumahku lalu menyuruhku untuk membantu mencarimu.” “Persetan dengan mereka
aku akan bersembunyi.” “Hey dia itu orangtuamu jaga ucapanmu jangan menjadi
anak yang durhaka.” “Maaf, kalau begitu kita kerumahmu sebelum orangtuaku
melihat.” “Baiklah kalau begitu tapi kamu harus berhenti menangis sekarang.”
Sambil kuusap air matanya. Lalu kami pergi ketempat parkirku dan langsung pergi
kebutik untuk membelikan pakaian yang Greta butuhkan selama berada dirumahku
dan membeli makanan secukupnya untuk kita berdua. Selama perjalanan Greta hanya
diam saja sambil memeluk erat pinggangku. Saat sampai dirumahku ia langsung
kusuruh mandi dan mengganti bajunya karena basah kuyup dengan keringat dan
tangisannya sementara aku memasak makanan untuk kami santap malam hari. Setelah
selesai aku mengajaknya makan walau dengan sedikit paksaan. Pasti perasaannya
sangat bimbang kacau resah dan yang pasti galau. Hampir setiap waktu aku berada
disisinya saat makan saat menonton televisi saat tidur pun juga untuk
menghiburnya dan ia tidak mau ditinggal olehku kecuali hanya saat sedang saat
shalat atau kekamar mandi saja. Kusuruh ia tidur disampingku sementara aku
masih mengerjakan rancangan gambar untuk membuat dam yang baru di Belanda untuk
dipresentasikan lusa. Entah perasaan apa yang ada padaku saat itu tiba-tiba aku
menurunkan laptopku dan mengecup kening Greta dan seketika ia memegang erat
tanganku dan akupun menyuruhnya untuk cepat tidur agar tidak sakit akhirnya ia
pun tidur dan aku masih bergulat dengan tugasku. Pagi harinya saat adzan subuh
berkumandang aku tidak mendapati Greta disampingku “kemana dia pagi-pagi
begini” pikirku dalam hati. Saat aku keruang makan ternyata ia sedang memasak
dan kulihat di mushola kecil tempat aku biasa shalat sangat rapi sekali sudah
disediakan sajadah peci sarung dan juga Al-Qur’annya. Aku menghampirinya dari
belakang. “Terimakasih sudah menyiapkan semuanya.” Ia hanya tersenyum saat aku
berkata demikian. Lalu aku shalat subuh dan mengaji setelah itu aku keruang
makan lagi ternyata Greta menungguku dan belum menyentuh apapun yang ia masak
sendiri. Setelah melihatku keluar ia baru mengambil piring dan mengambilkan
nasi dan lauknya lalu ditaruh disampingnya alias untukku lalu setelah itu ia
mengambil untuk dirinya sendiri. “Subhanallah.” Hanya itu yang terlontar dari
mulutku. “Cepat makan nanti kamu telat kuliah.” “Memangnya kamu tidak kuliah?”
“Tidak aku takut orangtuaku kesana lalu menjemputku kerumah.” “Yasudah kalau
itu maumu maaf aku tinggal tapi jika sudah selesai aku akan cepat kembali.” “Iya
tidak apa-apa aku akan menunggumu sampai kamu pulang.” “Jangan lupa makan tidak
usah menunggu aku untuk makan tidak apa-apa.” “Iya sayang.” Dengan senyumannya
yang dihiasi dengan lesung pipitnya. Setelah selesai makan aku pun langsung
mandi dan berpakaian setelah itu aku pamit dengan Greta. Selama perjalanan dan
saat pelajaran dipikiranku hanya terbayang apa yang sedang dilakukan Greta
disana dan apa dia sudah makan.
Setelah selesai kuliah dan Shalat Zuhur
aku ingin langsung pulang kerumah. Tapi, orangtua Greta menghampiriku dengan
guru dan aku pun dibawa oleh mereka ke ruang guru. Aku dicecar oleh mereka
tentang keberadaan Greta. “Benar, aku tidak menyembunyikannya untuk apa aku
menyembunyikannya.” Kataku kepada orangtua Greta. “Bohong kamu kemarin kamu
pergi dengan Greta pasti pulang dengan dia tidak mungkin kamu tidak
menyembunyikannya.” Aku tertunduk sejenak untuk memikirkan jawaban yang akan
kulontarkan. “Silahkan periksa saja rumahku.” “Baiklah aku akan memeriksanya
bersama polisi.” “Aah damn kenapa aku harus mengatakan rumah.” Pikirku dalam
hati. Lalu aku pun keluar setelah selesai dicecar pertanyaan oleh mereka.
Segera aku menelepon Greta dan memberitahunya untuk pergi dari rumahku agar
tidak ditemukan oleh keluarganya. Dia berkata padaku akan pergi ke Rotterdam
dan aku harus menyusulnya dan akan memberikan alamatnya padaku jika sudah
sampai. Detik menit berlalu aku menunggu alamat yang akan diberikan Greta
padaku. Sampai akhirnya pukul 4.15 p.m. ponselku tertulis nama Greta dan dia
menyebutkan bahwa sedang di Hampshire Hotel kamar nomor 46b di Groeenendal
Straat. Segera aku pacu motorku kesana untuk menemui Greta lagi. Saat sampai
disana aku dicecar pertanyaan lagi oleh Greta dan aku menceritakan semuanya.
Entah berapa lama kami berdiam diri setelah aku bercerita padanya. “Apapun yang
terjadi aku akan bersamamu walau orangtuaku tidak menyetujuinya.” Greta
berbicara padaku lalu meneteskan air matanya. “Jangan bersedih aku untukmu
selamanya.” Sembari ku mengusap kedua air matanya lalu menyuruhnya untuk tidur.
Keesokan harinya aku tidak kuliah. Setelah
shalat subuh aku pun menonton televisi dan Greta selalu disisiku kemana pun aku
pergi. Kaget dan entah apa yang harus kami lakukan namaku masuk dalam kabar
berita dan ditulis sebagai buronan karena telah dianggap menculik Greta. Kami
saling bertatap mata dan Greta pun menangis sambil memelukku. “Maaf aku telah
menyusahkanmu maafkan aku.” Tangisannya pun menjadi dan aku tidak bisa berkata
apa-apa hanya mengelus kepalanya saja. Tiba-tiba bel kamar berbunyi aku pun
beranjak dari kursi untuk melihat siapa yang datang. Saat pintu dibuka
“duuuugg” aku didorong dan ditindih oleh orang yang besar yang ternyata adalah
polisi kemudian muncul ibunya Greta dengan pegawai hotel dan Greta dijemput
paksa dan akupun dibawa oleh polisi itu untuk dipenjara.
Seminggu aku telah dipenjara tanpa adanya
Greta disisiku membuatku gundah gulana. Dan hari itu juga aku akan disidang
oleh pengadilan. Dipengadilan tampak keluarga Greta penuh dengan rasa puas tapi
aku tidak menemukan Greta disana. Aku divonis 15 tahun penjara dengan tuduhan
telah menculik Greta. Hari-hariku dipenjara penuh dengan kehampaan tiada yang
menghiasiku dengan senyuman dipagi hari. 2 minggu kemudian aku membaca surat
kabar dengan hot topic “Seorang gadis nekad bunuh diri karena kekasihnya
dipenjara.” Timbul perasaan yang tidak enak olehku kuharap itu bukan Greta.
“Tidaaaaaaaaakkkk!!!” aku berteriak ruang makan penjara langsung hening dan
semua mata tahanan tertuju padaku. Ternyata benar bahwa gadis yang berada
disurat kabar itu adalah Greta. Petugas membawaku kembali ke sel karena membuat
gaduh. Entah berapa lama aku berdiam diri tidak makan tidak tidur sampai
akhirnya aku sakit dan dibawa oleh kepolisian kerumah sakit dan sampai suatu
hari aku tidak sadarkan diri karena saking lemahnya. Didalam mimpi aku bertemu
Greta memakai gaun yang indah dan kami berada ditaman yang indah pula. Greta
menghampiriku dengan senyumnya yang manis dengan lesung pipitnya. Ia
menggandeng tanganku dan memelukku dengan kasih sayang kemudian ia berkata “Aku
untukmu selamanya sayang.”
No comments:
Post a Comment